Minggu, 14 November 2010

Rabu, 10 November 2010

INOVASI PEMBELAJARAN

Pembelajaran merupakan bagian yang sangat dominan dalam mewujudkan kualitas proses dan lulusan pendidikan. Pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru dalam mengemas dan melaksanakan proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilaksanakan dengan baik dan tepat akan memberikan kontribusi sangat dominan bagi siswa, sebaliknya pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang tidak baik akan menyebabkan potensi siswa sulit dikembangkan. Oleh karena itu, guru harus tahu dan mengerti mengapa inovasi pembelajaran dilakukan, apa pengertian inovasi inovasi pembelajaran, dan bagaimana konsep belajar dan pembelajaran.

Mengapa inovasi pembelajaran dilakukan???

Setiap otak manusia itu unik. Keunikan itu dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk faktor genetika dan lingkungan. Otak memiliki ukuran dan berat yang bervariasi di antara semua manusia. Otak juga berkembang dengan caranya sendiri. Setiap hari otak mengalami perkembangan. Perkembangan ini dipengaruhi oleh stimulus yang diberikan pada otak. Stimulus dalam bentuk apapun akan diproses oleh otak. Proses ini dilakukan oleh sel-sel otak yang aktif melakaukan komunikasi. Semakin baru dan menantang stimulus yang diberikan maka semakin otok dalam mengaktivasi jalan barunya. Namun, jika stimulus itu dianggap sebagai sesuatu yang tidak berarti bagi otak maka informasi itu akan menjadi prioritas rendah dan akan mudah hilang. Jika otak merasakan sesuatu yang penting maka otak akan menyimpan informasi iti dalam memori jangka panjang (long term memory) dan memori itu semakin berpotensi.

Pada setiap tahap perkembangan, beberapa gen mengalami perkembangan yang dipengaruhi oleh lingkungan. Gen itu tidak membentuk pola pembelajaran, namun merepresentasikan kesempatan yang diperkaya. Seseorang yag dilahirkan dari gen seorang yang jenius tidak menjamin orang itu menjadi jenius. Jika lingkungan sekitara diperkaya maka orang itu akan jenius, tetapi jika lingkungan tidak diperkaya maka akan ini akan menjadi yang biasa saja. Jika seorang anak yang dilahirkan dari gen seorang yang biasa tetapi lingkungan sekitar diperkaya maka anak itu bisa menjadi anak yang jenius.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pembelajaran ikut serta mempengaruhi perkembangan otak anak. Pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alami untuk belajar merupakan salah satu cara agar otak anak dapat berkembang dengan baik. Pembelajaran ini disebut juga Pembelajaran Berbasis Otak. Pembelajaran ini didesain agar otak selalu bisa membuat keputusan secara alamiah. Pembelajaran berbasis otak mempertimbangkan bagaimana anak bisa selalu menggunakan otaknya dalam pembelajaran.

Setiap anak itu unik, baik perkembangan maupun pemikirannya. Anak itu memiliki cara sendiri dalam belajar. Anak itu bukan mesin yang dapat bekerja sesuai dengan program yang disetel. Anak itu memiliki potensi yang sangat besar. Potensi itu harus selalu digali agar tidak mati. Oleh karena itu pembelajaran harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat menjangkau seluruh pembelajar.

Apa itu inovasi pembelajaran???

Kata “innovation” diartikan sebagai pembaharuan maupun penemuan. Namun, kata penemuan juga digunakan untuk menterjemahkan kata Invention dan Discovery. Ketiga kata ini sebenarnya memiliki arti yang berbeda. Diskoveri adalah penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang ditemukan sudah ada, tetapi belum diketahui orang. Invensi adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru yang berupa hasil kreasi manusia. Benda atau hal yang ditmukan benar-benar belum ada sebelumnya. Sedangkan inovasi diartikan sebagai suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati oleh seseorang atau sekelompok orang dan sesuatu itu merupakan hal yang baru, baik hasil invensi maupun diskoveri.

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa inovasi pembelajaran adalah suatu hal yang baru dan dengan sengaja diadakan untuk meningkatkan kemampuan demi tercapai suatu tujuan pembelajaran. Inovasi pembelajaran diadakan untuk membantu guru dan siswa dalam menata dan mengorganisasi pembelajaran menuju tercapainya tujuan belajar.

Bagaimana konsep belajar dan pembelajaran???

Belajar merupakan aktivitas yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Manusia melakukan aktivitas belajar sepanjang hidupnya. Rangkaian proses belajar dilakukan dengan mengikuti pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Proses belajar dilakukan agar mendapatkan perubahan dalam diri pelakunya, baik pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan. Perubahan itu sebagai akibat dari proses pengalaman yang alami maupun yang sengaja dirancang. Belajar itu tidak hanya dilakukan oleh pelajar, tapi dilakukan oleh setiap manusia agar dapat memecahkan masalah yang dialaimi dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ciri-ciri belajar adalah perubahan perilaku yang merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungan, serta perilaku tersebut bersifat permanen.

Proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari proses dan hasil belajar. Pembelajaran mengacu pada segala kegiatan yang dirancang untuk mendukun proses belajar yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku individu yang sesuai tujuan pembelajaran. Proses pembelajaran ini harus dengan sengaja diorganisasikan dengan baik agar dapat menumbuhkan proses belajar yang baik dan mencapai hasil belajar yang optimal. Oleh karena itu, jenis-jenis proses belajar dan hasil belajar menjadi pusat perhatian dari metode pembelajaran. (Winarsih, Pgsd Mahasiswa UNS PGSD Kampus VI Kebumen)

Senin, 08 November 2010

Program BERMUTU

Program BERMUTU (Better Education Through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading) diluncurkan pada tanggal 18 Desember 2007. Program ini diadakan sebagai solusi untuk memecahkan berbagai masalah dalam dunia pendidikan di tanah air, seperti kelangkaan guru pada sekolah di daerah-daerah terpencil, tidak meratanya distribusi guru baik antarsekolah maupun antardaerah, beban mengajar guru, gaji guru, serta beberapa masalah lainnya. Program ini merupakan kerjasama antara Pemerintah Indonesia, Pemerintah Belanda, serta Bank Dunia.

Di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional, Program BERMUTU melibatkan 3 (tiga) unit utama. Ketiga unit utama tersebut berbagi peran dan tanggung jawab dalam implementasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya. Ketiga unit yang dimaksud adalah Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional (Balitbang Kemendiknas).

Dalam konteks Program BERMUTU, Ditjen PMPTK berfungsi untuk mengkoordinasikan keseluruhan program dan membuat laporan konsolidasi monitoring dan evaluasi kemajuan pelaksanaan dan hasil-hasil program. Untuk itu, Ditjen PMPTK selain sebagai salah satu Unit Manajemen Program atau Program Management Unit (PMU) pada tingkat nasional sekaligus berperan sebagai koordinator dengan sebutan Koordinator Unit Manajemen Program atau Coordinator of Program Management Unit (CPMU).

Dalam implementasinya, Program BERMUTU juga melibatkan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota tersebut dipilih berdasarkan beberapa kriteria, seperti komitmen, kelengkapan data pendidikan, profil guru, serta besaran alokasi dana pendidikan sekurang-kurangnya 20% yang mencerminkan tingkat kepedulian pemerintah kabupaten/kota terhadap pendidikan di daerahnya. Berdasarkan kriteria tersebut telah dilakukan seleksi terhadap 144 kabupaten yang memenuhi kriteria umum dan ditetapkan 75 kabupaten/kota yang tersebar pada 16 provinsi.

Program BERMUTU merupakan suatu program komprehensif, mencakup peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan guru (pre-service), peningkatan kinerja guru yang sudah bertugas (in-service), dan pengembangan profesional guru secara berkelanjutan, serta didukung monitoring dan evaluasi seluruh kegiatan, termasuk dampak terhadap prestasi siswa.

Program BERMUTU diawali dengan pembentukan Program Pilot (Pilot Project) yang dilaksanakan selama tiga tahun, mulai tahun 2006 sampai tahun 2008. Sementara itu Program BERMUTU mulai dilaksanakan tahun 2008, dan akan berakhir pada tahun 2013.

Dalam pelaksanaannya, program BERMUTU tidak hanya akan mengembangkan sendiri berbagai rancangan kegiatan, namun juga akan berkolaborasi dengan berbagai proyek internasional lain yang sedang beroperasi di Indonesia, terutama dalam meningkatkan pembelajaran yang berhasil seperti PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan), Lesson Study, Multigrade Teaching, serta berbagai program lainnya.

PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan)

Awal mula kata-kata PAKEM dikembangkan dari istilah AJEL (Active Joyfull and Efective Learning). Untuk pertama kali di Indonesia pada tahun 1999 dikenal dengan istilah PEAM (Pembelajaran Efektif, Aktif dan Menyenangkan).

Namun seiring dengan perkembangan MBS di Indonesia pada tahun 2002 istilah PEAM diganti menjadi PAKEM, yaitu kependekan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan.
Namun demikian jika dicermati dalam modul-modul pelatihan PAKEM, landasan-landasan teori yang digunakan di dalamnya pada hakekatnya adalah mengambil dari teori-teori tentang active learning atau pembelajaran aktif.

Pendekatan belajar siswa aktif sebenarnya sudah sejak lama dikembangkan. Konsep ini didasari pada keyakinan bahwa hakekat belajar adalah proses membangun makna/pemahaman, oleh si pembelajar, terhadap pengalaman dan informasi yang disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan yang dimiliki) dan perasaannya. Dengan demikian siswalah yang harus aktif untuk mencari informasi, pengalaman maupun keterampilan dalam rangka membangun sebuah makna dari hasil proses pembelajaran.

Pengertian pembelajaran aktif sedikit membingungkan. Hal tersebut dikarenakan setiap orang memberikan pengertian yang berbeda-beda. Terlebih jika melihat hakekat belajar sebagaimana disebutkan di atas yaitu proses membangun makna oleh si pembelajar. Jadi mustahil siswa dikatakan belajar tetapi dia pasif sama sekali.

Barangkali istilah pembelajaran aktif di sini lebih tepat merupakan lawan dari pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran konvensional gurulah yang mendominasi semenatara pada pembelajaran aktif siswalah yang lebih banyak melakukan aktivitas belajar. Kedua pendekatan pembelajaran masih tetap ada keaktifan siswa, namun dalam kadar yang berbeda. Secara kuantitatif depdiknas pernah menetapkan dengan perbandingan 30% : 70%. Jika pendekatan konvensional (implementasi kurikulum 1994 dan sebelumnya) teknik pembelajarannya adalah 70% guru ceramah dan 30% siswa aktif melakukan kegiatan. Sedangkan pada pembelajaran aktif (imlementasi dari kurikulum 2006) teknik pembelajaran dilakukan dengan 70% siswa yang aktif melakukan kegiatan dan guru hanya 30% saja.

Pembelajaran aktif adalah suatu istilah yang memayungi beberapa model pembelajaran yang memfokuskan tanggung jawab proses pembelajaran pada si pelajar. Bonwell dan Eison ( 1991) mempopulerkan pendekatan ini ke dalam pembelajaran. Istilah active learning ini sudah dikenal pada tahun 1980-an. Kemudian pada tahun 1990-an Association for the Study of Higher Education (ASHE) memberikan laporan yang lebih lengkap tentang active learning. Dalam laporannya tersebut mereka telah mendiskusikan berbagai metode pembelajaran untuk memperkenalkan aktive learning.

Berikut pandangan dari para ahli mengenai kegiatan, siswa, dan lingkungan belajar active learning yang dipaparkan oleh Missouri Department of Elementary and Secondary Education Missouri Department of Elementary and Secondary Education dalam http://schoolweb.missouri.edu/stoutland/elementary/active_learning.htm, sebagai berikut:

a. Silberman, M (1996) menggambarkan saat belajar aktif, para siswa melakukan banyak kegiatan. Mereka menggunakan otak untuk mempelajari ide-ide, memecahkan permasalahan, dan menerapkan apa yang mereka belajar. belajar aktif adalah mempelajari dengan cepat, menyenangkan, penuh semangat, dan keterlibatan secara pribadi…untuk mempelajari sesuatu dengan baik, harus mendengar, melihat, menjawab pertanyaan, dan mendiskusikannya dengan orang lain. Semua itu diperlukan oleh siswa untuk melakukan kegiatan – menggambarkannya sendiri, mencontohkan, mencoba keterampilan, dan melaksanakan tugas sesuai dengan pengetahuan yang telah mereka miliki.

b. Glasgow (1996) siswa aktif adalah siswa yang bekerja keras untuk mengambil tanggung jawab lebih besar dalam proses belajarnya sendiri. Mereka mengambil suatu peran yang lebih dinamis dalam memutuskan apa dan bagaimana mereka harus mengetahui, apa yang harus mereka lakukan, dan bagaimana mereka akan melakukan itu. Peran mereka kemudian semakin luas untuk self-management, dan memotivasi diri untuk menjadi suatu kekuatan lebih besar di yang dimiliki siswa.

c. Modell dan Michael (1993) Menggambarkan suatu lingkungan belajar aktif adalah lingkungan belajar di mana para siswa secara individu didukung untuk terlibat aktif dalam proses membangun model mentalnya sendiri dari informasi yang telah mereka peroleh.
d. UC Davis TAC Handbook, Active Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk menjadi guru bagi mereka sendiri. Active learning adalah suatu pendekatan bukan metode.

Menurut Joel Wein (1997:1) mendefinisikan active learning adalah nama suatu pendekatan untuk mendidik para siswa dengan memberikan peran yang lebih aktip di dalam proses pembelajaran. unsur umum di dalam pendekatan ini adalah bahwa guru dipindahkan peran kedudukannya dari yang paling berperan depan suatu kelas dan mempresentasikan materia pelajaran; menjadi para siswa lah yang berada pada posisi pengajaran diri mereka sendiri, dan guru diubah menjadi seorang pelatih dan penolong di dalam proses itu.

Akhirnya pada tahun 2004 sebagaimana dikatakan oleh Mayer (2004) dalam wikipedia di http://en.wikipedia.org/wiki/active_learning#column-one strategi seperti “active learning” sudah berkembang luas hampir pada semua kelompok teori yang mengenalkan tentang pembelajaran yang mana siswa dapat menemukan sendiri. Bruner pada tahun 1961 pernah menjelaskan bahwa asalkan siswa sudah terlibat dalam proses pembelajaran, kemudian dapat mengingat kembali informasi yang telah diberikan sebelumnya, itu sudah dikatakan siswa aktif. Tetapi penjelasan itu ditentang oleh Mayer (2004); Kirschner, Sweller, and Clark, (2006) yang pada intinya mengatakan bahwa aktif menjelaskan bahwa siswa aktif tidak hanya sekedar hadir di kelas, menghafalkan dan akhirnya mengerjakan soal-soal di akhir pelajaran. Siswa harus terlibat aktif baik secara fisik maupun mental. Siswa semestinya juga aktif melakukan praktik dalam proses pembelajaran.

Bonwell dan Eison (1991) dalam wikipedia di http://en.wikipedia.org/wiki/active_learning#column-one memberikan beberapa contoh pembelajaran aktif seperti pembelajaran berpasang-pasangan, berdiskusi, bermain peran, debat, studi kasus, terlibat aktif dalam kerja kelompok, atau membuat laporan singkat dan sebagainya. Disarankan agar guru menjadi pemandu sepanjang tahap awal pembelajaran, kemudian biarkan anak melakukan praktik keterampilan baru kemudian memberikan informasi-informasi baru yang belum diketahui siswa selama pembelajaran. Disarankan penggunaan active learning pada saat siswa telah mengenal materi sebelumnya, dan mereka telah memiliki suatu pemahaman yang baik manyangkut materi sebelumnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa active learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran (mencari informasi, mengolah informasi, dan menyimpulkannya untuk kemudian diterapkan/ dipraktikkan) dengan menyediakan lingkungan belajar yang membuat siswa tidak tertekan dan senang melaksanakan kegiatan belajar.

PAKEM dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si siswa dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakekat belajar (Sediono, dkk. 2003: 34).

Pembelajaran Kreatif yaitu pembelajaran yang mendorong siswa untuk melakukan proses pembelajaran yang kreatif. Jerry Wennstrom (2005) mengatakan proses kreatif adalah suatu format explorasi yang berbeda dari yang lain, yaitu proses yang dihubungkan dalam pengalaman hidup dan bukan merupakan suatu model umum. Proses pembelajaran yang kreatif adalah adalah suatu tindakan untuk penemuan terus menerus, penggalian yang mendalam dengan hati, pikiran dan semangat untuk mendapatkan keindahan dan pengalaman baru yang dapat ia rasakan (http://www.handsofalchemy.com). Menurut Jerry Wennstrom ini, proses belajar dikatakan kreatif bukan dilihat dari orang lain, namun lebih dilihat dari si-pelaku belajar sendiri. Dalam proses belajar apakah siswa telah menggunakan seluruh kemampuannya untuk memperoleh keindahan dan pengalaman baru. Keindahan dan pengalaman baru tersebut hanya bisa dirasakan oleh siswa itu sendiri.

Dengan demikian proses kreatif antara siswa yang satu dengan yang lainnya berada pada takaran yang berbeda-beda.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa PAKEM adalah akronim dari Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.

Menyenangkan adalah suasana belajar mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (time on task) tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah terbukti menaingkatkan hasil belajar. Seperti dikatakan oleh Muhhammad Rasyid Dimas bahwa memetik senar kegembiraan pada anak akan memunculkan keriangan dan vitalitas dalam jiwanya. Hal itu juga akan menjadikan si anak selalu siap untuk menerima perintah, peringatan, atau bimbingan apapun. Menabur kegembiraan dan keceriaan pada anak akan membuatnya mampu mengaktualisasikan kemampuannya dalam bentuk yang sempurna (Tate Qomaruddin. 2005:19).

Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup bila proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa. Pembelajaran yang menyenangkan ditandai dengan besarnya perhatian siswa terhadap tugas sehingga hasil belajar (tujuan pembelajaran) meningkat. Selain itu dalam jangka panjang diharapkan siswa menjadi senang belajar untuk menciptakan sikap belajar mandiri sepanjang hayat (life long learn).
Secara garis besar PAKEM dapat digambarkan sebagai berikut:

PAKEM tidak hanya berlaku bagi siswa, namun juga dari sisi guru. Aktif dari sisi guru antara lain dengan: memantau kegiatan belajar siswa, memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang dan mempertanyakan gagasan siswa. Kreatif dari sisi guru dapat dilihat dari kegiatan yang dikembangkan cukup beragam dan pengembangan berbagai alat bantu pembelajaran (alat peraga). Efektif adalah bahwa pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan menyenangkan dalam arti guru harus mengkondisikan anak untuk tidak takut salah, takut ditertawakan atau dianggap remeh.

Dari sisi siswa, aktif akan kelihatan dari aktivitasnya untuk bertanya, mengemukakan gagasan, dan mempertanyakan gagasan orang lain dan gagasannya. Kreatif adalah siswa dapat merancang / membuat sesuatu dan menulis / mengarang. Efektif mempunyai makna bahwa siswa dan menguasai keterampilan yang diperlukan. Sedangkan menyenangkan adalah pembelajaran yang membuat anak berani mencoba, berani bertanya, berani mengemukakan pendapat/ gagasan dan berani mempertanyakan gagasan orang lain.

v Ciri-ciri PAKEM
Ciri-ciri PAKEM secara singkat digambarkan dalam buku pelatihan awal program MBS kerja sama Pemerintah Indonesia dengan UNESCO dan UNICEF (2003: 3-4) adalah sebagai berikut :

1) Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat (learning to do).

2) Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan dan cocok bagi siswa.

3) Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan ajar yang lebih menarik dan menyediakan “pojok baca”.

4) Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk belajar kelompok.

5) Guru mendorong siswa untuk menemukan cara sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

Dikutip dari http://sunartombs.wordpress.com/

Taksonimi Bloom

Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.

Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:

  1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
  2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
  3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.

Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.

A. Domain Kognitif

1. Pengetahuan (Knowledge)

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk, dsb.

2. Pemahaman (Comprehension)

Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dsb. Sebagai contoh, orang di level ini bisa memahami apa yg diuraikan dalam fish bone diagram, pareto chart, dsb.

3. Aplikasi (Application)

Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram.

4. Analisis (Analysis)

Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.

5. Sintesis (Synthesis)

Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.

6. Evaluasi (Evaluation)

Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb

B. Domain Afektif

Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol.

1. Penerimaan (Receiving/Attending)

Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.

2. Tanggapan (Responding)

Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.

3. Penghargaan (Valuing)

Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.

4. Pengorganisasian (Organization)

Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.

5. Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex)

Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.

C. Domain Psikomotor

Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang dibuat Bloom.

1. Persepsi (Perception)

Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.

2. Kesiapan (Set)

Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.

3. Guided Response (Respon Terpimpin)

Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.

4. Mekanisme (Mechanism)

Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.

5. Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)

Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.

6. Penyesuaian (Adaptation)

Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.

7. Penciptaan (Origination)

Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu.

Rujukan

Bloom, B. S. ed. et al. (1956). Taxonomy of Educational Objectives: Handbook 1, Cognitive Domain. New York: David McKay.

Gronlund, N. E. (1978). Stating Objectives for Classroom Instruction 2nd ed. New York: Macmilan Publishing.


from : www.wikipedia.or.com